I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kultur
jaringan tanaman merupakan bagian suatu teknik perbanyakan vegetatif
nonkonvensional. Perbedaan teknik ini dibandingkan dengan teknik perbanyakan
vegetative konvensional biasanya terletak dalam situasi dan lokasi yang
berbeda. Penerapan teknikkultur jaringan tanaman mensyaratkan kondisi di dalam
ruangan (laboratorium) dan sifatnyaaseptik (steril dari patogen). Bermuara
dalam kondisi yang aseptic, maka perlu dijelaskan bahwa segala aktifitas yang
berkaitan dengan jaringan harus dalam kondisi aseptik. Kondisi ini dimulai dari
cara:
1. Penyiapan peralatan (alat tanam berbahan logam ataupun
gelas).
2. Pembuatan media penanaman.
3. Penanaman (inisiasi dan pemilihan: a. perbanyakan;
b.perakaran).
Selain
peralatan kultur jaringan, media merupakan salah satu factor utama dalam
keberhasilan kultur. Media kultur jaringan tanaman harus berisi semua zat yang
diperlukan untuk menjamin pertumbuhan eksplan yang ditanam. Media kultur
jaringan memiliki karakteristik masing-masing. Artinya tidak semua media dapat
digunakan pada semua kultur tanaman. Karena beberapa media yang ada memiliki
perbedaan kandungan dan konsentrasi zat-zat yang diperlukan atau digunakan pada
kultur.
Media
merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Keberhasilan
perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur jaringan secara
umum sangat tergantung pada jenis media. Media tumbuh pada kultur jaringan
sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta
bibit yang dihasilkannya. Oleh karena itu, berbagai komposisi
media kultur telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman yang dikulturkan.
Media kultur fisiknya dapat
berbentuk padat atau cair. Media berbentuk padat menggunakan pemadat
media seperti agar. Media kultur yang memenuhi syarat adalah yang
mengandung nutrient makro dan mikro dalam kadar dan perbandingan tertentu,
sumber energi (sukrosa), serta mengandung berbagai macam vitamin dan ZPT.
B. Tujuan
Praktikum ini bertujaun untuk:
- Mengetahi
dan mempraktikan cara membuat larutan stok
- Mengetahui
dan mempraktikan cara membuat medium MS (Murashige & Skoog)
- Melakukan sterilisasi medium.
II. TINJAUAN PRAKTIKUM
Media kultur jaringan merupakan
faktor penting penentu keberhasilan perbanyakan tanaman secara kultur
jaringan. Media
tanam harus berisi semua zat yang diperlukan untuk menjamin kebutuhan eksplan.
Bahan-bahan yang diramu berisi campuran garam mineral sumber unsur makro dan
unsur mikro, gula, protein, vitamin, dan hormon tumbuhan. Berhasilnya kultur
jaringan banyak ditentukan selain kondisi aseptic juga oleh media tanam.
Campuran media yang satu, dapat cocok untuk jenis tanaman tertentu, tetapi
dapat kurang cocok untuk jenis tanaman yang lain.
Dalam
kultur jaringan, unsur-unsur diberikan tidak dalam bentuk unsure murni, tetapi
berupa senyawa berbentuk garam. Sebelum dicampurkan kedalam media tumbuh,
garam-garam mineral itu haruslah lebih dahulu dilarutkan dalam konsentrasi
tertentu, sehingga dalam media tumbuh nantinya jumlah tiap gram benar sesuai
dengan ketentuan sebagai pelarut dipakai akuades (Rahardja, 1995)
Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan untuk keberhasilan kultur jaringan yaitu bahan sterilisasinya,
kandungan unsur kimia dalam media, hormon yang digunakan, substansi organik
yang ditambahkan dan terang atau gelapnya saat inkubasi. Dari sekian banyak
permasalahan yang harus diteliti dan diperhatikan adalah komposisi media tumbuh
pada kultur jaringan karena sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan
perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya (Daisy 1994).
Teknik aseptik merupakan salah
satu kunci keberhasilan dalam kutur jaringan. Keaseptikan harus dijaga dalam
proses pengkulturan, selain itu juga termasuk sterilisasi bahan tanaman
(eksplan). Pada tahap ini dilakukan berbagai perlakuan untuk membersihkan
kotoran yang ada di permukaan bahan tanaman (disinfestasi). Selain itu, zat
pengatur tumbuh adalah senyawa organik bukan hara yang dalam jumlah sedikit
dapat mendukung, menghambat dan dapat merubah proses fisiologi tanaman. (Prawitasari
2005)
III. MATERI PRAKTIKUM
A.
Alat dan Bahan
1. Bahan
: Media MS
a. Unsur hara makro :
- KNO3 =
1.900 mg/l
- NH4NO3 = 1.650 mg/l
- CaCl2.2H2O = 440 mg/l
- MgSO4.7H2O = 370 mg/l
- KH2PO4 =
170 mg/l
b. Unsur hara mikro :
- MnSO4.4H2O = 22,3 mg/l
- ZnSO4.7H2O = 8,6 mg/l
- MoBO3 =
6,2 mg/l
- KI =
0,83 mg/l
- Na2MoO4.2 H2O =
0,25 mg/l
- CuSO4.5H2O = 0,025 mg/l
c. Besi :
- FeSO4.7H2O = 27,8 mg/l
- Na2-EDTA.2H2O = 37,3 mg/l
d. Vitamin :
- Mio-inositol =
100 mg/l
- Thiamin HCl =
0,1 mg/l
- Asam nikotinat =
0,5 mg/l
- Piridoksin HCl =
0,5 mg/l
- Glisin = 2 mg/l
e. ZPT :
- Sitokinin =
1 mg/l
2. Pembuatan Medium Kultur
- Auksin = 1 mg/l
f. Bahan pemadat : agar = 7 g/l
g. Sukrosa = 30 g/l
h. KOH atau NaOH = 1 M
i. HCl = 1 M
2. Alat :
a. Tabung
erlenmeyer h. Timbangan analitik
b. Gelas
ukur i.
Botol kultur
c. Pipet
j.
Otoklaf (autoclave)
d. Pengaduk
kaca k. Aluminium foil
e. Magnetic stirrer l. Karet gelang
f. Kompor
m. Kertas payung
g. pH
meter
B.
Cara Kerja
1. Pembuatan
larutan stok
a. Larutan
stok A, merupakan larutan unsur
hara makro, dibuat 10 kali dilarutkan dalam 1000 ml aquades.
b. Larutan stok B, merupakan larutan hara mikro, dibuat 1000
kali dalam 100 ml aquades.
c. Larutan stok C, merupakan campuaran FeSO4.7H2O
dan Na-EDTA, dibuat 100 kali dan dilarutkan ke dalam 200 ml aquades.
d. Larutan stok D, merupakan larutan vitamin kecuali
mio-inositol, dibuat 100 kali ke dalam 200 ml aquades.
e. Larutan stok E, merupakan larutan mio-inositol, dibuat 100 kali
dan dilarutkan ke dalam 100 ml
aquades.
f. Larutan Stok F, merupakan larutan ZPT, dibuat 100 kali
dilarutkan ke dalam 500 ml aquades.
a. Aquades
sebanyak 500 ml disiapkan di dalam erlenmeyer berukuran 1000 ml. Untuk
pembuatan 1 liter medium, ditambahkan stok A 100 ml, stok B 5 ml, stok C 50 ml,
stok D 50 ml, stok E 2 ml dan stok F : IAA (air kelapa) 15 ml.
b. Sukrosa
ditimbang sebanyak 30 gram dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer sambil diaduk.
c. Aquades
ditambahkan samapai volumenya 1000 ml.
d. pH
larutan diukur menggunakan pH meter elektrik hingga mencapai pH yang dibutuhkan
yaitu 5,7 – 5,8. Jika terlalu asam tambahkan NaOH atau KOH 1 M, dan jika
terlalu basa tambahkan HCl 1 M.
e. Sebanyak 7 gram agar-agar
ditambahkan ke dalam larutan, lalu dpanaskan sampai mendidih sambil
diaduk-aduk.
f. Medium
dituangkan ke dalam botol sekitar 20 ml.
g. Botol
ditutup menggunakan aluminium foil dan seal.
3. Sterilisasi Media
a. Botol
kultur yang sudah berisi medium dimasukkan ke dalam autoclave dengan tekanan 15 - 17,5 psi pada suhu 120 oC selama
20 menit, sampai tiga kali.
b. Botol
diangkat dan disimpan dalam ruang inkubasi sampai siap digunakan.
c. Medium
siap digunakan.
IV. HASIL DAN
PEMBAHASAN
A.
Hasil
Media
MS
B.
Pembahasan
Pembuatan media harus berdasarkan perhitungan konsentrasi
yang tepat. Karena akan mempengaruhi keberhasilan tumbuh eksplan. Media yang
digunakan merupakan media Ms (Murashige dan Skoog). Pada proses pembuatannya,
unsure makro diencerkan sebanyak 5 kali, unsure mikro 100 kali, stok Fe 200
kali, vitamin 10 kali, ZPT 100 kali. Ditambakan pula sukrosa yang bertujuan
untuk memberikan bahan baku metabolisme eksplan karena eksplan beum mampu
menghasilkan asimilat seperti tumbuhan pada umumnya. Selanjutnya ditambahkan
pemadat berupa agar “swallow” untuk memadatkan media.
Pada umumnya komposisi utama media tanam kultur jaringan,
terdiri dari hormon (zat pengatur tumbuh) dan sejumlah unsur yang biasanya
terdapat di dalam tanah yang dikelompokkan ke dalam unsur makro dan unsur
mikro. Hasil yang lebih baik akan dapat kita peroleh bila, kedalam media
tersebut, ditambahkan vitamin, asam amino, dan hormon, bahan pemadat media
(agar), glukosa dalam bentuk gula maupun sukrosa, air destilata (akuades), dan
bahan organik tambahan (Gunawan, 1988).
o
Gula
digunakan sebagai sumber energi dalam media kultur, karena umumnya bagian
tanaman atau eksplan yang dikulturkan tidak autotrof dan mempunyai laju
fotosintesis yang rendah. Oleh sebab itu tanaman kultur jaringan membutuhkan
karbohidart yang cukup sebagai sumber energi. Menurut Gautheret dalam Gunawan
(1992), sukrosa adalah sumber karbohidrat penghasil energi yang terbaik
melebihi glukosa, maltosa, rafinosa. Namun jika tidak terdapat sukrosa, sumber
karbohidrat tersebut dapat digantikan dengan gula pasir. Gula pasir cukup
memenuhi syarat untuk mendukung pertumbuhan kultur. Selain sebagai sumber
energi, gula juga berfungsi sebagai tekanan osmotik media.
o
Asam amino merupakan sumber N organik.
Asam amino yang sering digunakan adalah glutamine, asparagin, sistein, dan
glisin.
o
Vitamin berfungsi sebagai katalisator
dalam system enzim dan diperlukan dalam jumlah kecil. Vitamin yang
dibutuhkan pada sebagian besar kultur jaringan tumbuhanadalah thiamin, yang
diberikan dalam bentuk Thiamin-HCl. Vitamin lain yang biasa digunakan adalah
asam nikotinat dan piridoksin HCl (vitamin B6).
Pembuatan larutan stok pada dasarnya ditujukan untuk
menyediakan bahan-bahan yang diperlukan pada pembuatan media dengan konsentrasi
yang tepat. Karena media-media yang digunakan pada kultur jaringan diperlukan
unsure-unsur dengan konsentrasi yang sangat kecil. Karena tidak dimungkinkan
menimbang unsure dengan konsentrasi yang sangat kecil, maka dibuat lah larutan
stok dengan menggunakan konsep kalibrasi, sehingga pada pembuatan media,
unsure-unsur tersebut dapat digunakan seusia dengan konsentrasi yang diinginkan
(Sriyanti, 2002).
Selain media MS yang digunakan, terdapat pula beberapa jenis
media lain, diantaranya (Raharja, 1995):
- Heler
- White
- Nitsch
& Nitsch
- Hildebrandt,
Riker dan Duggar
- Gautheret
- Knudson
- VAcin
dan Went
- Miller
- Linsmaier
& Skoog
- Gamborg
- Murashige
& Skoog
- White,
diperkaya dengan fosfat dan diperkuat dengan senyawa organic seumber N
serta asam amino.
Media
nomor 1 sampai dengan nomor 5 adalah media dasar yang hanya berisi unsure makro
dan unsure mikro. Untuk keperluan kultur jarigan, media tersebut masih perlu
ditambahkan bahan pelengkap berupa asam amino, vitamin, gula dan hormone
tumbuhan. pH disesuaikan sehingga nilainya berkisar sekitar 5,6. Bahan-bahan
lain yang dapat ditambahkan sebagai pelengkap misalnya ekstrak tauge, ekstrak
ujunga kecambah jagung dan air kelapa muda (Raharja, 1995).
Beberapa media dasar yang banyak
digunakan antara lain media dasar Murashige dan Skoog (1962) yang dapat
digunakan untuk hampir semua jenis kultur, media dasar B5 untuk kultur sel
kedelai dan legume lainnya, media dasar White (1934) sangat cocok untuk kultur
akar tanaman tomat, media dasar Vacin dan Went (1949) digunakan untuk kultur
jaringan anggrek, media dasar Nitsch dan Nitsch (1969) digunakan dalam
kultur tepung sari (pollen) dan kultur sel, media dasar Schenk dan
Hildebrandt (1972) untuk kultur jaringan tanaman monokotil, media
dasar WPM (Woody Plant Medium, 1981) khusus untuk tanaman berkayu, media
dasar N6(1975) untuk serealia terutama padi. Untuk eksplan dari tanaman keras sering menggunakan medium
WPM, sedangkan untuk tanaman semusim (sayuran dan tanaman hias) sering
menggunakan medium MS. Medium Kundson C cocok untuk menanam eksplan kelapa
kopyor dan anggrek. Dari sekian banyak media dasar di atas,
yang paling banyak digunakan adalah media Murashige dan Skoog (MS).
Keasaman
pH adalah nilai derajat keasaman atau kebasaan dari larutan dalam air. Keasaman
(pH) suatu larutan menyatakan kadar dari ion H dalam larutan. Nilai di dalam pH
berkisar antara 0 (sangat asam) sampai 14 (sangat basa), sedangkan titk netral
adalah pH pada 7. Sel-sel tanaman yang dikembangkan dengan teknik kultur
jaringan mempunyai toleransi pH yang relatif sempit dengan titik optimal antara
pH 5,0-6,0. Bila eksplan mulai tumbuh, pH dalam lingkungan kultur jaringan
tanaman umumnya akan naik apabila nutrein habis terpakai. Pengukuran pH dapat
dilakukan dengan menggunakan pH meter, atau bila menginginkan yang lebih
praktis dan murah dapat digunakan kertas pH. Bila ternyata pH medium masih
kurang normal, maka dapat ditambah KOH 1-2 tetes. Sedangkan apabila pH
melampaui batas normal dinetralkan dengan penambahan HCL.
Menurut
Gamborg dan Shyluk (1981) dalam Gunawan (1988), sel-sel tanaman membutuhkan pH
yang sedikit asam berkisar antara 5,5–5,8. Pengaturan pH, biasa dilakukan
dengan dengan menggunakan NaOH (atau kadang-kadang KOH) atau HCL pada waktu
semua komponen sudah dicampurkan .
Faktor
pH dalam media juga perlu mendapat perhatian khusus. pH tesebut harus diatur
sedemikian rupa, hal ini ditujukan agar
tidak mengganggu fungsi membran sel dan pH dari sitoplasma, sehingga media yang
dibuat sesuai dengan kondisi yang menjadi syarat untuk tumbuhnya eksplan dalam
kultur jaringan. Selain itu, jika pH lebih tinggi dari 6.0, media mungkin
menjadi terlalu keras dan jika pH kurang dari 5.2, agar tidak dapat memadat.
Pengaturan pH selain memperhatikan kepentingan beberapa fisiologi sel, juga
harus mempertimbangkan faktor-faktor:
o
Kelarutan
dari garam-garam penyusun media.
o
Pengambilan
(uptake) dari zat pengatur tumbuh dan garam – garam lain.
o
Efisiensi
pembekuan agar-agar.
Bahan
pemadat media yang paling banyak digunakan adalah agar-agar. Agar-agar adalah
campuran polisakarida yang diperoleh dari beberapa spesies algae. Dalam analisa
unsur, diperoleh data bahwa agar-agar mengandung sedikit unsur Ca, Mg, K, dan
Na (Debergh, 1982 dalam Gunawan, 1992). Keuntungan dari pemakaian agar-agar
adalah :
o
Agar-agar
membeku pada suhu 45° C dan mencair pada suhu 100°C sehingga dalam kisaran suhu
kultur, agar-agar akan berada dalam keadaan beku yang stabil.
o
Tidak
dicerna oleh enzim tanaman.
o
Tidak
bereaksi dengan persenyawaan - persenyawaan penyusun media.
Media
kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan perbanyakantanaman
secara kultur jaringan. Berbagai komposisi media kultur telah diformulasikan
untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dikulturkan.
Contohnya komposisi Knudson C (1946), Heller (1953), Nitsch dan Nitsch
(1972),Gamborg dkk B5 (1976), Linsmaier dan Skoog-LS (1965), Murashige dan
Skoog MS(1962) serta woody plant medium-WPM (Lloyd dan Mc Known, 1980). Komponen
media kultur yang lengkap dan yang harus diperhatikan dalam pembuatan media
kultur adalah sebagai berikut :
o
Air distilata (akuades) atau air bebas
ion sebagai pelarut atau solven.
o
Hara-hara makro dan mikro.
o
Gula (umumnya sukrosa) sebagai sumber
energy.
o
Vitamin, asam amino dan bahan organic
lain.
o
Zat pengatur tumbuh.
o
Suplemen berupa bahan-bahan alami, jika
diperlukan.
o
Agar-agar atau gelrite sebagai pemadat
media.( Endang Yuniastuti. 2008: 5)
Untuk
memenuhi factor pertumbuhan tanaman, maka factor – factor yang harus
diperhatikan dalam pembuatan media kultur jaringan yang baik adalah media
yang mengandung:
1. Hara anorganik. Ada 12 hara
mineral yang penting untuk pertumbuhan tanaman dan beberapa hara yang
dilaporkan mempengaruhi pertumbuhan in vitro. Untuk pertumbuhan normal dalam
kultur jaringan, unsur – unsur penting ini harus dimasukkan dalam media kultur.
Perbandingan 5 media pada Tabel 12.1 memperlihatkan bahwa unsur esensial ini
dimasukkan pada masing – masing media tapi konsentrasinya berbeda karena diberikan
dalam bentuk yang berbeda.
2. Hara organic. Tanaman yang tumbuh
dalam kondisi normal bersifat autotrof dan dapat mensintesa semua kebutuhan
bahan organiknya. Meskipun tanaman in vitro dapat mensintesa senyawa ini,
diperkirakan mereka tidak menghasilkan vitamin dalam jumlah yang cukup untuk
pertumbuhan yang sehat dan satu atau lebih vitamin mesti ditambahkan ke media.
Thiamin merupakan vitamin yang penting, selain itu asam nikotin, piridoksin dan
inositol biasanya ditambahkan. Selain bahan organik tersebut, bahan kompleks
seringkali ditambahkan, termasuk ekstrak ragi, casein hydrolysate, air kelapa,
jus jeruk, jaringan pisang, dan lain – lain. Penambahan bahan kompleks ini
menghasilkan media yang tak terdefinisi. Dengan penelitian yang cukup, semestinya
bahan kompleks ini dapat diganti dengan zat tertentu, mungkin tambahan suatu
vitamin atau asam amino.
3. Sumber karbon. Tanaman dalam
kultur jaringan tumbuh secara heterotrof dan karena mereka tidak cukup
mensintesa kebutuhan karbonnya, maka sukrosa harus ditambahkan ke dalam media.
Sumber karbon ini menyediakan energy bagi pertumbuhan tanaman dan juga sebagai
bahan pembangun untuk memproduksi molekul yang lebih besar yang diperlukan
untuk tumbuh. Biasanya sukrosa pada konsentrasi 1 – 5% digunakan sebagai sumber
karbon tapi sumber karbon lain seperti glukosa, maltosa, galaktosa dan laktosa
juga digunakan. Ketika sukrosa diautoklaf, terjadi hidrolisis untuk
menghasilkan glukosa dan fruktosa yang dapat digunakan lebih efisien oleh
tanaman dalam kultur.
4. Agar. Umumnya jaringan
dikulturkan pada media padat yang dibuat seperti gel dengan menggunakan agar
atau pengganti agar sperti Gelrite atau Phytagel. Konsentrasi agar yang
digunakan berkisar antara 0.7 – 1.0%. Pada konsentrasi tinggi agar menjadi
sangat keras, sedikit sekali air yang tersedia, sehingga difusi hara ke tanaman
sangat buruk. Agar dengan kualitas tinggi seperti Difco BiTek mahal harganya
tapi lebih murni, tidak mengandung bahan lain yang mungkin mengganggu
pertumbuhan. Pengganti lain seperti gelatin kadang – kadang digunakan pada lab
komersial. Gel sintetis diketahui dapat menyebabkan hyperhidration
(vitrifikasi) yang merupakan problem fisiologis yang terjadi pada kultur. Untuk
mengatasi masalah ini, produk baru bernaman Agargel telah diproduksi ole Sigma.
Produk ini merupakan campuran agar dan gel sintetis dan menawarkan kelebihan
kedua produk sekaligus mengurangi problem vitrifikasi. Produk ini dapat dibuat
di lab dengan mencampurkan 1 g Gelrite (Phytagel) dengan 4 g agar sebagai agen
pengental untuk 1 L media.
5. pH. media biasanya diatur pada
kisaran 5.6 – 5.8 tapi tanaman yang berbeda mungkin memerlukan pH yang berbeda
untuk pertumbuhan optimum. Jika pH lebih tinggi dari 6.0, media mungkin menjadi
terlalu keras dan jika pH kurang dari 5.2, agar tidak dapat memadat.
6. Zat Pengatur Tumbuh. Pada media
umumnya ditambahkan zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh akan dibahas
tersendiri pada minggu 13.
7. Air. distilata biasanya digunakan
dalam kultur jaringan, dan banyak lab menggunakan aquabides (air destilata
ganda). Beberapa lab, dengan alasan ekonomi, menggunakan air hujan, tapi ini
menyebabkan sulit mengontrol kandungan bahan organik dan non-organik pada
media.
8. Pemilihan Media. Jika tidak ada
informasi awal, biasanya mulai dengan media MS (Murashige dan Skoog 1962).
Media ini mengandung konsentrasi garam dan nitrat yang lebih tinggi
dibandingkan media lain, dan telah sukses digunakan pada berbagai tanaman dikotil.
Untuk inisiasi kalus, 2.4-D ditambahkan ke media dengan konsentrasi 1 – 5
mgL-1. Untuk multiplikasi tunas, sitokinin seperti BAP ditambahkan dan juga
diberi auksin, seperti NAA pada konsentrasi yang rendah. Untuk inisiasi akar,
IBA pada konsentrasi 1 – 2 mgL-1 ditambahkan. Faktor yang paling sulit
ditentukan dalam kultur jaringan adalah zat pengatur tumbuh dan biasanya perlu
melakukan penelitian kecil untuk menentukan konsentrasi terbaik yang akan
digunakan. Ada 2 pendekatan: Pendekatan pertaman adalah dengan menggunakan
media dasar MS dan meneliti kisaran dua zat pengatur tumbuh yang berbeda pada
media tersebut. (Anonimous, 2009).
Seperti
halnya peralatan kultur, media yang digunakan juga perlu dilakukan sterilisasi
untuk menciptakan kondisi lingkungan yang aseptic bagi eksplan. Untuk media
kultur yang tidak mengandung bahan-bahan yang Heat-labile, sterilisasi
dilakukan dengan autoklaf pada temperature 121Oc, tekanan antara 15 psi atau 1
atm dengan waktu antara 20-25 menit tergantung dari volume wadah dan volume
media. Untuk 15-50 ml media dalam tabung reaksi atau botol kecil berukuran
50-100 ml, sterilisasi dilakukan pada tekanan 15 psi dengan waktu 20 menit.
Untuk 20 botol volume 1 liter membutuhkan waktu yang lebih lama yaitu 34 menit,
10 botol volume 2 liter memerlukan waktu 37 menit, 5 botol 4 liter waktu yang
digunakan 52 menit. Dengan waktu yang lebih lama.
Dalam sterilisasi aquadest dan media, setelah waktu
sterilisasi yang diinginkan sudah tercapai, autoklaf tidak boleh diturunkan
tekanannya secara mendadak. Bila tekanan diturunkan mendadak, cairan didalamnya
mendidih dan meluap (bubbled up). Untuk bahan-bahan yang heat-labile dalam
bentuk larutan, sterilisasi dilakukan dengan menyaring larutan melalui filter
yang mempunyai ukuran pori 0.20-0.22 um. Diameter filter yang bermacam-macam
tergantung dari volume larutan yang ingin disterilkan. Untuk volume larutan 10
ml, dipergunakan filter yang dipasang di ujung jarum suntik. Bahan yang heat
labile antara lain : GA3, Thiamin-HCL, Ca-panthothenate, Antibiotik:
carbenocilin (Anonimous, 2009).
V. SIMPULAN DAN SARAN
A.
SIMPULAN
Berdasarkan
hasil pengamatan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1.
Media kultur jaringan merupakan faktor
penting penentu keberhasilan perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Media tanam harus berisi semua zat
yang diperlukan untuk menjamin kebutuhan eksplan. Bahan-bahan yang diramu
berisi campuran garam mineral sumber unsur makro dan unsur mikro, gula,
protein, vitamin, dan hormon tumbuhan. Berhasilnya kultur jaringan banyak ditentukan
selain kondisi aseptic juga oleh media tanam.
2.
Pembuatan
larutan stok dilakukan dengan mengencerkan menggunakan aquades. unsure makro
diencerkan sebanyak 5 kali, unsure mikro 100 kali, stok Fe 200 kali, vitamin 10
kali, ZPT berupa IAA dan Kinetin 100 kali.
3.
Pembuatan
medium MS dilakukan dengan mencampurkan stok yang telah dibuat. Untuk pembuatan
1L medium, maka stok unsure makro diambil sebanyak 100 ml, stok unsure mikro
diambil 5 ml, stok Fe diambil 5 ml, stok vitamin diambil 50 ml, stok ZPT untuk
auksin dan sitokinin masing-masing 1 ml.
4.
Sterilisasi
medium dilakukan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C pada
tekanan 15-17,5 psi selama 20 menit.
B.
SARAN
1.
Pembuatan
larutan stok mikro dan stok mikro dalam media MS harus dilakukan dengan teliti agar
eksplan dapat tumbuh dengan baik.
2.
Sterilisasi
media harus dilakukan dengan baik, agar tidak terjadi kontaminasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar